Setelah meninggalkan ruangan, sambil turun ke bawah, Lucien menghilangkan tanda yang dia tinggalkan di tubuh Doro, seolah dia tak ingin Smile tahu melacaknya yang unik.
Lucien menuju pintu belakang dengan hati-hati. Lagi-lagi, dengan beberapa mantra sederhana, Lucien berhasil pergi dari Copper Coronet diam-diam dan tak ada satu pun yang tahu. Dia mengambil jalan memutar terlebih dahulu untuk jaga-jaga, alih-alih langsung kembali ke rumah.
Lucien berbaring di tempat tidurnya. Dia merasa semangat karena dia sekarang yakin kalau dia tak sendiri. Dia juga merasa tenang karena masih ada murid lain yang bekerja keras sambil bersembunyi dari gereja. Dia penasaran berapa banyak murid penyihir dan penyihir sejati yang ada di Aalto secara keseluruhan.
...
Di hari-hari selanjutnya, hidup Lucien cukup datar tapi damai. Lucien bangun pagi-pagi untuk pemanasan, kemudian berangkat kerja. Dia terkadang membaca buku musik, kadang tentang agama atau perjalanan. Dia terkadang membaca di perpustakaan jiwanya dan menganalisis struktur sihir.
Meski Pierre kadang-kadang aneh, saat dia membaca buku-buku musiknya, Lucien hampir tak merasakan kehadirannya. Untungnya, Wolf juga keluar kota untuk beberapa waktu, jadi orang-orang di asosiasi tak ada yang menyusahkan mereka.
Hidup Lucien hampir sempurna akhir-akhir ini. Hal yang disayangkan Lucien adalah karena dia belum bisa bertemu Nona Silvia, pemain biola terkenal yang masih lajang. Menurut Pierre, dia adalah wanita seperti dewi dan sangat berbakat. Karena Pierre terus menyebutnya berkali-kali, Lucien juga mulai merasa penasaran. Namun, Nona Silvia jarang datang ke asosiasi.
Sambil belajar musik, Lucien juga masih belajar membaca. Tapi waktu yang dia habiskan untuk belajar membaca jadi semakin berkurang sekarang, karena dia belajar sangat cepat. Seperti murid musik yang lain, Lucien akan tetap berada di tempat Pak Victor setelah selesai kelas dan mulai berlatih piano untuk dua jam ke depan. Sifat gigih Lucien sangat membantunya. Dia tak pernah berhenti berlatih sampai sangat berkeringat dan jari serta lengannya terasa sakit.
Malamnya digunakan untuk belajar sihir. Tak ada yang bisa menarik Lucien keluar dari dunia sihir saat ini.
Pada Jumat malam, Lucien melihat ada beberapa pola seperti coretan di setiap sudut dinding saat dia sedang menuju tempat Bibi Alisa. Lucien langsung mengerti apa yang dimaksud.
"Pukul 10. Sabtu malam. Rumah kosong di daerah paling timur Aderon. Owl."
Ekspresi Lucien tak berubah sama sekali. Dia tetap jalan dengan tenang menuju tempat Alisa, seakan dia tak melihat sesuatu yang aneh.
...
Lucien sampai di tempat 10 menit lebih awal dengan mengenakan jubah hitamnya. Dia juga memakai Ice Revenger di tangan kirinya. Sebelum Lucien pergi dari rumahnya, dia juga memeriksa semua reagen sihir di saku jubahnya.
Tak ada bulan atau bintang malam itu. Awan tebal menutupi semua cahaya di langit.
Begitu Lucien tiba, dia mendengar suara burung hantu di kegelapan. Doro berdiri di atas pohon willow tinggi. Ia bertugas sebagai penjaga. Di bawah pohon, Smile berdiri dengan jubah hitam. Smile tak menggunakan tudung agar Lucien dapat mengenalinya.
"Selamat datang, Pak Professor." Smile berjalan ke arah Lucien dan memakai tudung, "Aku memberitahu anggota lain tentangmu dan mereka menantikan kehadiranmu. Beberapa murid penyihir juga ingin meminta bantuan mengenai beberapa masalah sihir. Tentu, mereka akan membayar."
Lucien tahu Smile coba mengujinya. Namun, Lucien tidak gugup. Dia cukup yakin dia lebih hebat dibanding kebanyakan murid penyihir lain, meski dia tak dapat menjamin dia bisa menyelesaikan semua masalah, "Aku mempelajari Astrologi dan Elemen sihir. Jadi jika pertanyaannya terkait dengan hal itu, aku harusnya bisa sedikit membantu."
Smile mengangguk, "Tolong ikuti aku, Pak Professor."
Smile berhenti di depan pintu kayu tua sebuah rumah kosong. Setelah mengetuk pintu dengan irama yang unik, Smile menirukan suara burung hantu.
Beberapa detik kemudian, pria dengan jubah hitam yang sama membuka pintu perlahan. Saat pria itu melihat Lucien, dia mengangguk sedikit pada Lucien, "Ini pasti Pak Professor."
Lucien tahu pria itu juga tak menggunakan suara aslinya.
"Ya, ini Pak Professor," Suara Smile juga lebih rendah dibanding malam itu, "Professor, ini Fire Wolf."
"Senang bertemu denganmu." Lucien menunduk sedikit dan menyambutnya. Tangan kirinya berada di dalam lengan baju dan Ice Revenger-nya sudah siap.
Setelah berjalan melewati ruang tamu dan pintu lain, Fire Wolf membawa mereka ke gudang. Di sudut ruang, ada tangga yang menuju bawah tanah.
Ruang bawah tanah! Dia heran kenapa dia tak pernah kepikiran untuk membangun ruang bawah tanah di bawah gubuknya, daripada mengambil risiko dan selalu pergi ke saluran pembuangan. Dia juga bisa membangun ruang bawah tanah yang lebih besar di hutan Hitam Melzer untuk berlatih mantra yang lebih kuat.
Ruangan ini bukan ruang bawah tanah yang sangat luas. Sebelas bangku rendah ditempatkan mengelilingi meja panjang. Pendar lilin menerangi tempat itu. Delapan murid penyihir lain sudah duduk di sana. Semuanya menggunakan jubah hitam.
Lucien turun ke bawah dengan sangat hati-hati, diikuti Fire Wolf dan Smile. Mereka menutup pintu ruang bawah tanah dan duduk.
"Semuanya, hari ini kami merasa terhormat kedatangan Pak Professor di sini untuk bertukar gagasan dan pikiran dengan kami." Smile berdiri dan mulai memperkenalkan, "Pak Professor adalah penyihir sejati. Aku yakin pertemuan kelompok murid penyihir kali ini akan sangat bermanfaat karena pengetahuan mendalam Pak Professor."
Kemudian Smile mulai memperkenalkan murid lain yang hadir satu persatu, "Ini White Honey, Morning Star, Reindeer, White Glove, Oak, Philosopher, Mercury, dan Hanger."
"Suatu kehormatan bagiku." Lucien sedikit membungkuk, "Maafkan aku kalau bicara blak-blakan. Aku ke sini sebagian besar karena jurnal Arcana. Bisakah aku melihatnya dulu?"
"Tak masalah, Professor. Jangan tergesa-gesa. Kami akan melakukan diskusi tentang macam-macam hal lebih dulu." Philosopher mengangguk dan memberi Lucien buku bersampul hitam tebal perlahan. Suaranya terdengar cukup tua, "Selain itu, aku dengar dari Owl kalau kau butuh seluruh set peralatan lab. Aku sudah bawa setnya ke sini. Aku akan dengan senang hati memberikanmu ini sebagai hadiah jika kau bisa menyelesaikan sebuah masalah untukku nanti."
Lucien tak langsung membuka buku, tapi dia memeriksa sampul buku tersebut dengan hati-hati.
Ada beberapa garis perak terpisah yang menyatu di akhir sampul hitam, membentuk kata 'Arcana' tepat di tengah. Di bawah nama jurnal, sebarus kata tertulis 'Jilid 11, tahun 392 Kalender Saint'. Ada halaman-halaman perkamen di dalamnya.
Dari daftar isi, Lucien tahu ada 24 artikel di jurnal. Artikel pertama adalah Diskusi tentang Kegagalan Kelima Menemukan Planet Baru. Lucien tertarik dan mulai membaca.
"Teori gravitasi yang diajukan oleh Douglas dapat menjelaskan banyak mantra tentang medan gaya, bahkan sebagian besar mantra dari perguruan Astrologi. Selain itu, tiga hukum gerakan planet juga berasal dari teori tersebut. Teori itu sangat penting untuk panduan dalam bidang peramalan.
"Menurut teori ini, kami telah menciptakan banyak mantra baru dan kuat. Jadi kami dapat mengatakan, jika ada dua kolom utama yang mendukung sistem sihir klasik. Teori gravitasi dapat dinilai sebagai dasar paling penting untuk salah satu kolom, pembahasan medan gaya."
...
"Masih ada satu pertanyaan tersisa untuk dibuktikan: Teori gravitasi memungkinkan kita untuk mencari tahu banyak rumus panduan. Dengan demikian, kita tahu jika benua tempat kita tinggal juga termasuk dalam sebuah planet. Planet ini terus berputar dan mengelilingi matahari di saat yang sama, demikian pula planet-planet lain di langit. Dengan mengikuti rumus di atas, kita juga dapat menemukan planet-planet ini.
"Namun, tak ada seorangpun, bahkan penyihir terhebat, yang berhasil mencapai planet-planet menggunakan sihir luar angkasa paling hebat sekalipun, termasuk aku. Bahkan saat kami bisa menghitung koordinatnya, kami tak dapat menemukan satupun dari mereka di tempat yang sudah kami temukan koordinatnya di luar angkasa.
"Saat aku coba merapal sihir luar angkasa tingkat atas, meski aku tak bisa sampai ke planet itu, aku bisa merasakan gravitasi planet itu dari titik transit perkiraan. Planet-planetnya di sana. Tapi di saat yang sama, mereka juga tidak di sana."
Ketika Lucien mengetahui bahwa planet-planet di dunia ini dapat menentukan nasib, Lucien sudah cukup terkejut. Sekarang dia lebih terkejut lagi dan sangat bingung.