Walaupun ia terus dipandang ketika sedang makan, Jun Wu Xie terus melanjutkan makan dengan tenang dan santai. Matanya melihat ke bawah seraya dirinya menjumput makanan dengan sumpitnya seolah ia sendirian saja di dalam ruangan itu, bukan seperti sedang berada di tempat tinggal Putra Mahkota dengan Putra Mahkota itu sendiri duduk di hadapannya.
Setelah menatap lama, melihat bahwa gadis ini tidak bereaksi atau pun hendak mengangkat kepalanya, Mo Qian Yuan merasa bosan dan mengangkat gelasnya dan menghabiskan isinya dalam satu tegukan.
Begitu anggur itu masuk ke dalam mulutnya, sensasi pedas seperti terbakar menyebar di tenggorokannya terus turun hingga ke perutnya, sebelum ia bahkan mengerti apa yang terjadi, ia merasakan gelombang lain seolah ada api di dalam tubuhnya ia kemudian membungkuk dan muntah.
Tanpa peringatan, ia telah mengosongkan seluruh isi perutnya ke atas meja yang penuh dengan makanan.
" …. " Jun Wu Xie akhirnya menengadah, di tangannya ada sebuah mangkuk kaca kecil dan tangan lainnya memegang sumpit gading, sambil melihat Mo Qian Yuan yang masih terus muntah dengan sepasang mata yang tenang.
Kucing hitam kecil itu terpaku. Melihat porsi ikan yang belum dimakan yang masih ada di atas meja telah tercemar dengan cairan yang mencurigakan. Percikan cairan itu juga mengenai bulunya.
"Aku …." Mo Qian Yuan tahu ia telah merusak semuanya dan baru saja hendak menjelaskan ketika sebelum ia dapat berbicara lebih banyak, ia merasakan dorongan rasa mual dan secepatnya menutupi mulutnya dan berlari ke sudut kamar dan berpegangan pada tong kayu dan memuntahkan isi perutnya ke dalam situ.
" …. " Jun Wu Xie dengan tenang meletakkan mangkuk dan sumpitnya kemudian ia berdiri dan meninggalkan meja dengan hidangan yang telah rusak.
"Miauw!" Kucing hitam itu kembali sadar dari lamunannya dan tubuhnya tegang. Ia lompat dari atas meja dan menggosokkan tubuhnya dengan keras ke karpet lembut yang bersih.
[Nona! Mengapa kau selalu seperti ini! Kau tahu bahwa efek dari bersentuhan dengan racun bunga gandum malam adalah muntah-muntah, mengapa kau tak mengingatkan si idiot itu?!]
Air mata Kucing hitam kecil mengalir di bulunya yang lembut sembari dengan panik menggosokkan tubuhnya di karpet, mencoba membersihkan bulu hitamnya yang begitu berharga.
"Aku lupa." Jun Wu Xie berdiri tenang di sudut ruangan, mengamati Mo Qian Yuan di sudut lain membersihkan isi perutnya seraya menggantungkan tubuhnya di tong kayu itu. Di sisi lain kucing hitam itu berguling-guling di karpet. Bibirnya melengkung naik membentuk sebuah senyuman kecil.
Dari luar kamar, para penjaga dapat mendengar keributan di dalam. Meskipun begitu, mereka tak berani masuk dan hanya bertanya apakah semua baik-baik saja. Mo Qian Yuan yang tengah muntah-muntah ingin menangis ketika dirinya berteriak menyuruh mereka pergi.
Seluruh wajahnya menjadi pucat seputih kertas.
Hanya setelah meminum sepuluh gelas air ia merasa lebih baik dan sensasi pedas seperti terbakar itu perlahan memudar. Ia duduk dengan lemah di sudut ruang kerjanya. Tubuhnya telah kehabisan energi ketika duduk lemas di sana, pakaiannya semua kotor dan kerah bajunya sedikit terbuka, di matanya tersisa jejak air mata ketika ia melihat Jun Wu Xie dengan sedih.
"Apakah ini racun bunga gandum malam?" Ia bertanya marah.
Jun Wu Xie mengangguk.
"Mengapa kau tidak mengatakan apa pun tadi ….?" Ia meratap. Bahkan jika kau memukulinya hingga mati, pria ini tak akan percaya bahwa Wu Xie tidak mengetahui reaksi yang akan ditimbulkan jika bersinggungan dengan racun ini. Setelah melihat sikap tenang gadis ini, ia tahu bahwa hal ini sudah diperkirakan olehnya.
"Tidak ada bedanya." Wu Xie duduk di sudut terlihat cerah dan menyegarkan dan yang paling penting, ia bersih. Ia mengambil botol porselen lainnya dan membukanya. Sebuah aroma menyegarkan memenuhi ruangan ketika ia menuangkannya ke tangannya dan menggosok kedua telapak tangannya. Aroma menyegarkan memenuhi ruangan dan bau busuk itu perlahan menghilang.
Bahkan jika ia memberitahukannya di awal, ia memang harus memuntahkan itu semua, perbedaan apa yang diharapkan?
Jadi itu alasannya mengapa ia tak repot-repot memberitahunya.
Mo Qian Yuan merasa bahwa persekutuan dengan gadis ini adalah sebuah pedang bermata dua. Ia mungkin akhirnya akan mati di tangan gadis ini, bukan di tangan ayah dan adiknya!
"Jadi, apa yang kau makan?" Jun Wu Xie menghadapi sang pangeran tanpa sedikit pun perasaan bersalah ketika ia bertanya dengan sikap tak acuh.
Mo Qian Yuan terdiam sesaat sebelum pandangannya yang mematikan tertuju pada sebuah kendi di atas meja.