"Apa yang kau lihat?" Gu Yusheng tiba-tiba meremas telapak tangan Qin Zhi'ai, dengan keras. Qin Zhi'ai tersentak dari lamunannya dan mengalihkan pandangannya pada Gu Yusheng. Pada saat itu, pria itu tampak seperti seseorang yang berbeda. Wajahnya yang dingin dan kaku mencair menjadi ekspresi yang lembut, rasa jijik dan dendam yang ada di matanya pun telah hilang sepenuhnya, berganti dengan ketenangan dan kelembutan. Dengan suara yang berwibawa dan jelas, ia berkata," Beri salam pada Kakek."
Begitu mendengar kata "Kakek", Qin Zhi'ai segera memahami situasi yang ada.
Gu Yusheng berlaku seperti dua orang yang berbeda karena ia sedang bersandiwara
Seseorang yang selalu tampak jijik ketika menggenggam tangannya adalah diri Gu Yusheng yang sebenarnya, sementara sosok yang sekarang ini hanyalah penyamaran untuk mengelabui Kakeknya.
Dan aku cukup bodoh untuk merasa panik akan kedekatannya yang tiba-tiba beberapa saat lalu….
Dengan susah payah Qin Zhi'ai menahan keinginan untuk menghina dirinya sendiri, dan memaksakan sebuah senyuman anggun kepada Tuan Besar Gu, yang sudah berjalan menghampirinya di saat ia masih hanyut dalam pikirannya sendiri. Qin Zhi'ai pun menyapanya, "Selamat malam, Kakek."
Tuan Besar Gu mengamati interaksi Gu Yusheng dan Qin Zhi'ai sejak mereka memasuki ruangan, dan ia berseri-seri melihat bagaimana kedekatan mereka. Ia mengajak mereka berdua untuk duduk dan meminta pengasuh Zhang agar menyediakan teh.
…
Beberapa saat setelah Gu Yusheng dan Qin Zhi'ai berada di Mansion Keluarga Gu, pengasuh Zhang masuk untuk memberi tahu bahwa makan malam telah siap.
Setelah makan malam, pasangan itu bercakap-cakap sejenak dengan Tuan Besar Gu, sebelum meninggalkan mansion.
Kelembutan pada wajah Gu Yusheng ketika ia mengucapkan perpisahan kepada Tuan Besar Gu seketika hilang saat ia mengendarai mobilnya keluar dari Mansion Keluarga Gu. Wajahnya mengeras, dan aura dingin yang sudah ditahannya akhirnya terlepas.
Dengan ekspresinya yang sedingin es, Gu Yusheng mengendarai mobilnya dengan liar. Ketika mobil mendekati jalan kecil dimana Qin Zhi'ai tadi berada, Gu Yusheng tiba-tiba menginjak rem. Ban mobil berdecit ketika mobil itu berhenti. Gu Yusheng bahkan tidak melirik sedikit pun kepada Qin Zhi'ai. Ia melambaikan tangan langsung kepada Qin Zhi'ai dan memberi isyarat kepadanya agar "menghilang. "
Rangkaian peristiwa itu terjadi begitu cepat untuk bisa dipahami oleh Qin Zhi'ai. Ia tidak bereaksi terhadap isyarat Gu Yusheng dan hanya memandangnya dengan matanya yang hitam besar, merasa bingung.
"Baiklah. Kau pasti sudah tahu jika aku hanya berpura-pura di depan Kakek. Apakah kau pikir aku akan mengantarmu pulang?"
Ketika menyelesaikan kalimat terakhirnya, nada suara Gu Yusheng dipenuhi dengan ejekan dan sindiran.
Qin Zhi'ai dengan cepat menyadari kalau gerakan tubuhnya bermaksud untuk mengusirnya keluar dari mobil.
Belum lagi semua hal ini dipahami sepenuhnya dalam pikiran Qin Zhi'ai, suara Gu Yusheng yang dingin dan tajam kembali terdengar. "Aku akan mengatakan yang sejujurnya: jangan pernah memikirkannya! Bayangan bahwa kau tinggal di rumah itu selama itu saja sudah membuatku muak, apalagi bayangan untuk mengantarmu kembali ke tempat itu!"
Merasa muak…. Jadi ia merasa rumah itu menjijikkan hanya karena aku tinggal di sana?
Bulu mata Qin Zhi'ai bergetar dan tanpa sadar tangannya mengeratkan pegangannya pada tas.
Ia tidak berani bergerak karena khawatir air matanya akan mengucur ke bawah jika ia bergerak sedikit saja, maka dengan linglung ia berusaha meraih pintu mobil dengan sebelah tangan yang berada dekat jendela, namun ia tidak dapat menemukan pegangan pintunya.
Melihat Qin Zhi'ai ragu untuk keluar dari mobil, kesabaran Gu Yusheng pun habis dengan segera. Tanpa berbicara dengan Qin Zhi'ai, ia keluar dari mobil, menuju kursi penumpang, membuka pintunya, menarik Qin Zhi'ai keluar, melemparnya ke pinggir trotoar, kemudian membanting pintu hingga tertutup. Ia kembali ke kursinya, dan tanpa keraguan sedikitpun, ia menginjak pedal gas, pergi menjauh tanpa menoleh ke belakang sekali pun.