Chapter 34 - Bab 34

"Jiu You adalah tempat yang sakral di dalam Zhen Huang. Pangeran Yan, kalau anda tidak menyatakan tujuan anda datang ke tempat ini, anda tidak boleh masuk, meskipun anda adalah pejabat pelaksana eksekusi. Saya bertanya satu kali lagi. Pangeran Yan, apakah anda di sini untuk mengidentifikasi para penjahat?"

Bendera berkibar di atas angkasa. Suasana di bawah diam mencekam. Pemuda itu, dengan tatapan dingin di matanya, menggosok bibirnya dengan lengan, lalu membentak dengan keras, "Minggir!"

Dengan suara menggelegar, diikuti suara benturan yang keras, Yan Xun dihantam keluar panggung sekali lagi!

"Yan Xun!" Chu Qiao tidak bisa menahan dirinya lagi. Dia berteriak, "Dasar bodoh! Apa kamu sengaja mencari mati? Kembalilah!"

Yan Xun tidak bisa mendengar suara apapun lagi walaupun teriakan menggema di telinganya. Matanya merah dan membengkak, wajahnya penuh lecet karena debu dan pasir. Tangannya basah karena darah, seakan dia baru bermandikan darah. Luka di dadanya sangat parah, seakan dihantam oleh raksasa dari batu. Dia merasa seseorang sedang memanggilnya tetapi dia tidak bisa mendengar apapun. Hanya suara dari Yan Bei yang tersisa di dalam pikirannya. Dia merasa seperti mendengar suara tawa ayahnya yang ceria, ocehan kakak tertuanya, kakak ketiga yang dikejar kakak keduanya dengan cambuk, pamannya yang memainkan lagu dari Yan Bei, anak buah ayahnya, yang menggendongnya di bahu untuk berpura-pura menunggang kuda sejak dia masih kecil.

Namun, mereka melayang pergi ke kejauhan, wajah mereka menjadi tak bisa dikenali. Langit gelap gulita, dan banyak suara dingin yang monoton memanggilnya di dalam pikirannya. Mereka berkata, "Yan Xun. Bangun. Bangun. Bangunlah layaknya seorang pria dari Yan Bei."

Mata semua orang membelalak, melihat ke arah pemuda itu—yang sebelumnya adalah seorang bangsawan terhormat—sedang bersimbah darah. Dia perlahan berdiri, berdiam di kubangan darahnya sendiri. Selangkah demi selangkah, dia meninggalkan jejak berdarah di tangga yang hitam. Pantulannya membutakan.

Sang jenderal mengerutkan kening. Dia menatap pemuda yang terhuyung-huyung ke atas panggung, tak tahu harus berkata apa. Yang bisa dia lakukan hanya menendang pemuda itu keluar panggung di saat-saat terakhir.

Di antara kerumunan, mulai terdengar suara isak tangis. Suara tangisan di tengah-tengah rakyat miskin semakin lama semakin keras. Orang-orang kelas rendah ini menatap ke lapangan, tak sanggup menahan kesedihan di hati mereka. Bagaimanapun, dia masih anak kecil. Para bangsawan merapatkan bibir mereka. Mereka juga tersentuh oleh pemandangan ini.

Angin dingin terus mengamuk. Pemuda itu sudah tidak sanggup untuk berdiri. Marsekal Pertama dari kekaisaran, Meng Tian, adalah seorang ahli yang hebat dengan kekuatan di atas manusia biasa. Dia pernah menghadapi pasukan berisi 200 orang di dataran tinggi gurun Barat dan menang. Menerima hantaman darinya mirip dengan kematian yang cepat. Namun, tak seorang pun yang tahu kekuatan apa yang menyokong pemuda itu. Menggunakan jarinya yang berdarah sebagai topangan, perlahan dia kembali ke atas panggung.

Setelah menendang Yan Xun untuk terakhir kalinya, sang jenderal merengut dan memerintahkan pengawal di sisinya, "Tidak perlu lagi melanjutkan proses identifikasi. Tangkap dia dan lanjutkan eksekusi!"

"Jenderal Meng Tian!" Wei Jing merengut. Dia berdiri dan berkata, "Saya rasa itu tidak sesuai dengan peraturan. Perintah dari Istana Sheng Jin adalah agar dia mengidentifikasi para mayat. Mengapa anda menganggap enteng hal ini?"

Meng Tian cemberut dan berputar badan, melihat ke pemimpin muda dari klan Wei. Dia menunjuk ke Yan Xun dan menjawab, "Menurut anda apakah dia masih bisa mengikuti titah tersebut dalam keadaannya sekarang ini?"

Tidak ada yang benar-benar ingin dia mengikuti titah. Istana Sheng Jin hanya mencari alasan yang tepat untuk melenyapkan Yan Xun. Dengan jatuhnya Jalur Barat Laut, kekaisaran dan Dewan Tetua Agung akan menyalahkan hal ini kepada Raja Yan Bei, dan menghabisi seluruh keluarganya. Yan Xun adalah satu-satunya anggota keluarga yang masih hidup.

Yan Xun, yang telah tinggal di ibu kota bertahun-tahun, tidak terlibat dalam hal ini dan juga mereka tidak bisa mencari alasan untuk melibatkannya. Dengan meninggalnya Yan Shicheng, Yan Xun akan menjadi penguasa resmi selanjutnya.Namun, bagaimana mungkin kekaisaran mengambil resiko dan melepaskan orang ini? Karena itulah, mereka memasang jebakan ini untuknya. Jika dia tidak mengikuti titah kekaisaran, dia akan dicap sebagai pengkhianat yang tidak setia. Jika dia patuh, dia akan dianggap sebagai pengecut dan anak yang tidak berbakti. Tidak peduli bagaimanapun, dia akan tetap dibunuh.

Langkah yang diambil oleh kekaisaran ini hanya untuk membungkam para warga sipil dan para tuan tanah lain. Siapa yang masih tidak tahu tujuan mereka?

Namun, alasan ini tidak bisa diucapkan terang-terangan. Wei Jing, yang terlihat jelas sangat marah, melihat ke Yan Xun dan berkata dengan dingin, "Jenderal Meng, dengan melakukan ini, apakah anda tidak takut akan menimbulkan kemarahan Kaisar dan Dewan Tetua Agung?"

"Saya akan bertanggung jawab atas apapun yang terjadi. Anda tidak perlu khawatir." Meng Tian berbalik badan dan melihat ke anak yang sudah ditaklukkan itu. Dia menghela napas dan berbalik badan, melanjutkan eksekusi.

Di saat itu, sebuah suara tua tiba-tiba menggema. Huang Qizheng, asisten pejabat eksekusi, perlahan berjalan ke depan. Sambil menyipitkan matanya, dia berkata lembut, "Jenderal Meng, sesuai perintah Tetua Muhe, ini adalah surat untuk anda, kalau keadaan tidak berjalan sesuai rencana."

Meng Tian menerima surat itu. Saat dia melihatnya, ekspresinya berubah drastis. Jenderal itu berdiri di atas panggung cukup lama, sebelum berbalik dan melihat Yan Xun. Dia berkata perlahan, "Pangeran Yan, tolong jangan terus bersikap keras kepala. Ya atau tidak, anda hanya perlu menganggukkan kepala anda. Mereka adalah keluarga kandung anda dan hanya anda yang paling memenuhi syarat untuk mengidentifikasi mereka."

Yan Xun masih ditahan di lantai, tampak jauh berbeda dari sosoknya di masa lalu yang penuh percaya diri. Saat ini, dia bagaikan iblis dari neraka, dipenuhi dengan kebencian, haus akan darah.

Meng Tian melihat ke mata pemuda itu, yang menunjukkan bahwa dia masih tetap keras kepala. Jenderal itu menghela napas tak berdaya dan melanjutkan, "Karena Pangeran Yan menolak untuk menuruti titah, maafkan saya untuk mengikuti aturan. Pasukan! Seret dia ke atas!"

"Tahan!" Di tengah angin yang tak kenal henti dan awan hitam, sebuah suara nyaring terdengar. Semua orang berbalik ke arah datangnya suara, dan mendengar suara kaki kuda yang berasal dari gerbang ungu keemasan. Seorang wanita, berpakaian putih dengan rambut hitam pekat, mendekat di atas kudanya, dan menyatakan, "Saya akan mengidentifikasi mereka!"

"Ibu?" Pemuda itu, masih terbaring di atas kubangan darah, tiba-tiba menoleh ke wanita di atas kuda. Wanita itu, berpakaian putih, memancarkan aura yang anggun. Wajahnya sangat cantik. Ia bagaikan dewi yang turun ke dunia fana.

Wanita itu turun dari kudanya dan berjalan ke sisi Yan Xun. Para pengawal di kedua sisi terkejut; tak seorang pun maju untuk mengadangnya.

Wanita itu memegang kepala Yan Xun di dalam tangannya, menggunakan lengan bajunya untuk menghapus darah di wajahnya. Dia tersenyum lebar, mengucapkan beberapa kata dengan lembut. "Xun Er."

Air mata Yan Xun mulai mengalir. Pemuda ini, yang tidak berekspresi bahkan saat berhadapan dengan ribuan pasukan kekaisaran, mulai menangis keras. Berpegangan erat ke lengan baju wanita itu, dia berteriak, "Ibu, mengapa? Apa yang terjadi?"

"Xun Er," wanita itu menghapus noda darah dari matanya, "apakah kamu memercayai ayahmu?"

Yan Xun sesenggukan dan mengangguk. "Iya."

"Kalau begitu, jangan bertanya apapun." Wanita itu memeluk anaknya, matanya melihat ke rombongan bangsawan di atas panggung. Dia melanjutkan dengan lembut, "Tidak semua hal di dunia ini bisa diterangkan dengan jelas. Sama seperti mengapa predator tertentu memilih mangsanya, tidak ada alasan jelas mengapa."

"Ibu!" Yan Xun berputar dan melihat ke para bangsawan yang berpakaian semarak. "Apakah mereka? Mereka menyakiti Yan Bei?" Pandangan di mata pemuda itu sangat dingin. Saat itu, seakan dia memulai perang dingin dengan para bangsawan. Mereka menatap wanita cantik itu, melihat senyumnya saat dia menyeka air mata anak itu. "Xun Er, jangan menangis. Keturunan keluarga Yan hanya meneteskan darah, bukan air mata."

"Jenderal Meng, biarkan saya yang mengidentifikasi mayat-mayat itu. Mereka memang benar mayat dari suami, putra, putri dan keluarga saya. Saya yakin di dunia ini, tidak ada orang lain yang lebih pantas daripada saya untuk melakukan tugas ini."

Meng Tian mengerutkan keningnya. Melihat ke wanita itu, bahkan dia pun tidak bisa berkata apa-apa. Suka duka di masa lalu terlintas di pikirannya. Dia masih ingat apa yang dahulu terjadi. Saat itu musim semi. Shicheng, beserta dia dan seorang pria yang bahkan tidak mampu menyebutkan namanya sendiri, bertemu wanita ini saat mereka berkelana di sisi danau yang jernih di dalam Kekaisaran Tang. Saat itu mereka masih muda. Wanita itu, yang berpakaian berwarna hijau, menggulung kaki celananya, menampilkan kakinya yang putih. Dia membentak ketiga pemuda itu yang tercengang oleh kecantikannya. "Hei! Apakah kalian bertiga mau naik kapal?"

Dalam sekejap, 30 tahun sudah berlalu. Mereka sudah melalui segala hal, semua pertumpahan darah, pembantaian dan juga akal licik. Dahulu, mereka tidak akan menyangka kalau 30 tahun kemudian, mereka akan menghadapi keadaan seperti ini. Jika mereka tahu, apakah mereka akan tetap menderita melalui berbagai hal, saling bahu membahu, bersedia mati demi satu sama lain? Semua yang sudah mereka lakukan pada masa itu… apakah hanya agar mereka mengincar kepala satu sama lain di kemudian hari?

Meng Tian menghela napas perlahan. Dia berkata dengan mendalam, "Seharusnya kamu tidak datang."

"Dia pernah berkata sebelumnya, kalau dia tidak akan membatasi kebebasan saya di dalam ibu kota. Selama saya tidak melangkah keluar dari Zhen Huang, tidak ada yang bisa menghentikan saya. Jenderal Meng, ini adalah titah kaisar anda tidak boleh melanggarnya. Sama seperti saat kamu mengepung Yan Bei, kamu tetap melakukannya tanpa peduli

"Ibu!" Yan Xun panik dan berusaha melompat ke depan. Namun, sebelum dia bisa maju satu langkah pun, dia jatuh ke lantai dengan keras, mengerang kesakitan.

Chu Qiao membebaskan diri dari lingkaran prajurit yang mengepungnya. Dia berlari ke depan, lalu memeluk tubuh Yan Xun. Dia bertanya dengan gelisah, "Bagaimana keadaanmu?"

Salju terus turun. Angin utara terus berembus, dengan pekikan burung bangkai di angkasa. Darah segar menyelimuti tanah bersalju yang juga dikotori oleh bendera yang koyak dan perapian yang jatuh. Pandangan semua orang tertuju kepada sang wanita yang sedang menaiki panggung. Angin membuat lengan bajunya beterbangan di udara, bagaikan burung kecil yang berputar di dalam angin.