"Linley. Ternyata itu kau! Bagus sekali!" Terdengar suara gembira, dan seorang pria muda pun berlari mendekati mereka dengan cepat. Anak muda ini adalah si warrior kurus yang ditemui Linley dalam perjalanannya menuju Mountain Range of Magical Beasts. Dua orang lain yang ditemuinya, Delsarte, teman sekelasnya, dan Kava, si gagah dan perkasa, semuanya telah tewas.
Waktu itu, ketika menghadapi elemen angin Mage-archer, Linley menggunakan Magic elemen bumi 'Earthen Spear Array'. Matt, si warrior tingkat lima yang kurus itu, mengambil kesempatan untuk melarikan diri. Namun Linley tidak terlalu ambil pusing dengan kaburnya Matt. Lagipula, dia dan Matt tidak memiliki hubungan khusus.
Jujur saja, dari ketiga orang yang ditemuinya, Linley merasa paling dekat dengan Delsarte, teman sekelasnya. Dia juga terkesan pada Kava yang gagah itu. Sedangkan dengan Matt, Linley merasa biasa saja.
"Oh, itu Matt! Tidak kusangka kita berdua akan bertemu lagi di Mountain Range of Magical Beasts setelah sebulan." Linley tetap tenang,
Matt tampak sangat bersemangat. "Ini bagus sekali. sebulan ini, beberapa kali aku hampir saja terbunuh oleh magical beast yang ada di sini. Syukurlah, aku masih cukup beruntung. Whoah – apa itu Bloodthirsty Warpig? Linley, kau mampu membunuh seekor Bloodthirsty Warpig? Kau benar-benar hebat!"
Linley tersenyum.
"Aku agak lapar. kudengar daging Bloodthirsty Warpig maupun Vampiric Iron Bull sangat lezat, dan teksturnya pun sangat empuk. Aku belum makan siang. Kau tidak akan keberatan membagi dagingnya denganku, kan?" Gurau Matt.
Ukuran tubuh Bloodthirsty Warpig itu sangat besar. Bangkainya itu beratnya sekitar beberapa ratus kilogram. Sepuluh orang sekalipun tidak akan mampu menghabiskan seluruh dagingnya.
"Tentu saja tidak apa." Linley menarik pisaunya dan mulai mengiris daging Warpig menjadi beberapa bagian.
"Linley, kau tidak perlu repot-repot. Bloodthistry Warpig ini hasil dari susah payahmu bertarung. Masa kau masih harus repot-repot memotongnya? Biar aku saja. Kemampuan memanggangku cukup hebat." Matt segera mendekati bangkai Warpig itu dan menarik pisaunya.
Sambil memainkan pisaunya, Matt mulai menyayat daging Warpig itu. Dia terlihat lihai dalam memotong meskipun yang dipotongnya hanya keempat kaki, lidah, dan ekor. Dia lalu membersihkan hasil potongannya itu di sumber air terdekat.
"Boss. Dia tampak cukup terampil. Dia tidak nampak lebih lemah dari pada kau dalam hal memasak." Bebe si Shadowmouse kecil melompat ke bahu Linley dan berbicara lewat hubungan batin.
Linley melirik ke arah Bebe si Shadowmouse kecil di bahunya dan merasa lega. Orang lain yang melihat tikus hitam kecil ini mungkin mengira dia hanya seekot Shadowmouse kecil biasa dan tidak begitu berbahaya. Padahal…
Linley masih ingat betul betapa menakutkannya saat Bebe yang sedang marah saat itu dengan mudah menghabisi si pembunuh hitam dan si gadis muda yang 'baik' itu.
"Kita tidak bisa menilai seseorang dari penampilannya. Begitu pula dengan magical beast," Linley mendesah sendiri.
Matt dengan cukup cekatan menyiapkan keperluan memanggangnya. Dia juga mengeluarkan garam kasar untuk memasak dan beberapa bumbu lain dari kantongnya. "Linley, kaki-kaki Warpig ini pasti akan sangat lezat. Begitu juga lidahnya. Lembut dan harum. Ekor warpig rasanya juga cukup enak."
Selagi bicara, Matt memotong ekor dan lidah itu menjadi beberapa bagian. Linley mengamati Matt menggesek batu untuk menyalakan api unggun. Dia tidak membantu meskipun dia punya kemampuan Magic elemen api. Dia hanya memperhatikan saat Matt terus memanggang setiap potongan daging dengan tangkas.
Setelah beberapa saat.
"Sepertinya sudah matang. Cobalah." Matt memberikan sepotong besar kaki Warpig kepada Linley dengan cukup bersemangat.
Namun, Linley malah memberikan daging Warpig itu kepada Bebe. Bebe pun menerimanya dengan senang hati dan mulai mengunyah dengan lahap. Kaki warpig itu ukurannya tiga atau empat kali lebih besar dari pada tubuh Bebe. Namun Bebe menghabiskannya dalam waktu singkat.
Melihat hal ini, Matt pun ternganga heran.
"Dia benar-benar magical beast. Shadowmouse hitam sekecil itu bisa makan sebegitu banyak." Matt mendesah dan menawarkan lidah Warpig panggang kepada Linley. "Linley, cobalah hasil memasakku ini."
Linley tersenyum dan menolak. "Tidak usah. Aku tidak terbiasa makan lidah. Cukup kaki itu saja." Linley mengambil salah satu kaki lainnya dan mulai melahap tanpa ragu. Di sampingnya, Matt tertawa. "Baiklah, aku tidak akan memaksa. Jika kau tidak mau memakannya, biar aku saja. Haha."
Dengan senang hati, Matt memakan lidah dan ekor Warpig yang dipanggangnya itu.
Hingga saat Linley sudah meghabiskan potongan kaki Warpignya, Matt belum menyentuh sama sekali potongan kaki yang lain.
"Kau sudah kenyang? Haha, baiklah. Akupun sudah agak kenyang. Biar kusimpan sisa kaki Warpig ini untuk nanti saat aku lapar lagi. Matt menarik kain minyak dari ranselnya dan menaruh kaki Warpig itu di dalamnya, lalu mengembalikan kain itu ke dalam ranselnya.
Linley melirik ke arah Matt.
Sepertinya Matt bermaksud berjalan bersamanya.
"Matt, di Mountain Range of Magical Beasts ini, aku lebih suka berlatih sendiri. Mari berpisah di sini." Linley berkata tanpa basa-basi.
Matt seketika merengut. "Linley, tempat ini sangat berbahaya. Akan lebih aman jika kita berjalan bersama. Jujur saja, selama sebulan ini, aku sangat ketakutan di setiap pertarungan. Aku bahkan tidak bisa tidur nyenyak."
"Kalau begitu lakukan apa yang kau mau."
Linley tidak banyak bicara. Dia segera memasuki area pegunungan yang lebih jauh. Sedangkan Matt, mengikutinya dengan tersenyum. Namun saat pandangannya jatuh ke ransel yang dibawa Linley, tampak sekilas keserakahan di matanya.
"Ransel ini berbeda dengan yang dibawa Linley sebulan lalu. Tampaknya lebih berisi pula. Matt menyeringai sendiri, namun tetap menjaga agar senyumnya terlihat ramah. Matt tidak seperti Linley. Sebelum masuk ke pegunungan ini, dia telah berlatih beberapa kali di beberapa tempat.
Matt mempercepat langkahnya. Dengan tersenyum, dia berkata. Linley, kau memang teman yang baik. Aku merasa lebih aman saat berjalan denganmu. Lagipula, dua orang yang bergabung akan jadi lebih kuat daripada dua orang yang berjalan sendiri-sendiri. Di malam hari, kita bisa tidur bergantian. Kita tidak perlu lagi berjaga penuh selama semalaman.
Linley diam saja. Pandangannya selalu fokus kepada sekitarnya, waspada akan adanya magical beasts di pegunungan ini.
….
Perlahan, mereka berjalan menuju arah utara karena Linley tidak lagi berani menuju arah selatan. Jika mereka berjalan ke timur, mereka akan memasuki area berbahaya Mountain Range of Magical Beast. Saat ini, di area ini, Linley hanya akan menghadapi magical beast tingka 5 ataupun 6.
Sepanjang waktu itu, Matt mengikuti di sisinya, tampak senang.
Dua hari kemudian.
Saat itu tengah malam dan gelap. Linley dan Matt terus berjalan dalam satu barisan.
"Linley, tidakkah kau pikir sudah saatnya kita kembali? Sejujurnya aku merasa kita sudah cukup lama ada di Montain Range of Magical Beast ini." Matt bicara dengan suara pelan selagi mengikuti Linley.
Linley hanya menggelengkan kepala dengan tenang, tanpa suara.
Matt merasakan kemarahan. "Setiap malam, si Linley ini sangat waspada. Dia tidak memberi kesempatan untukku sama sekali." Matt tidak yakin dengan kemampuannya untuk membunuh Linley. Lagipula, Linley sudah membuktikan kemampuannya dengan mampu bertahan di sini begitu lama.
"Hmm?" Linley sepertinya melihat sesuatu. Dia berbalik dan menatap semak pepohonan tidak jauh darinya. Dalam semak itu, samar-samar dilihatnya sesosok bayangan yang bersembunyi dan menunggu.
Matt, di samping Linley, melihat Linley berbalik hingga punggungnya mengarah pada Matt. Mata matt tampak dipenuhi keserakahaan sekaligus gairah. Dengan cekatan, Matt menarik pisaunya dan tanpa ragu menghunus punggung Linley….
Linley tiba-tiba berbalik dan menangkap pergelangan tangan kanan Matt yang menggenggam pisau. Di saat yang sama, dia menatap dingin kepada Matt. Dengan suara yang lebih dingin lagi, dia bertanya. "Kau pikir kau ini sedang apa?"
"Kau!" Matt terkejut. Dia tidak percaya usahanya menyerang diam-diam ternyata ketahuan dan berhasil dihalau.
Matt langsung tersenyum kepada Linley dan berkata, "Kupikir aku sedang apa? Oh Mage yang hebat dan jenius, biar kujelaskan… Aku akan membunuhmu." Matt tampak sangat percaya diri. Jarak mereka begitu dekat. Tidak mustahil baginya, seorang warrior tingkat 5, untuk membunuh seorang Mage tingkat lima.
Tiba-tiba tangan kanannya menguat dan battle-qi pun membara, melepaskan tangannya dari genggaman Linley.
"Matilah!" Matt menatap pada Linley seraya menghunus Linley lagi dengan pisaunya.
"Rawwwr!"
Terdengar suara mengerikan. "Apa?" Matt mendengarnya, dan gemetar. Lalu Matt melihat bayangan hitam kecil di hadapannya.
"Apa… Apa ini?" Matt akhirnya tahu bahwa bayangan itu adalah Bebe si Shadowmouse kecil yang setiap hari berada di bahu Linley. Si Shadowmouse kecil membuka mulutnya lebar-lebar, memperlihatkan gigi-giginya yang tajam, dan langsung menggigit wajah Matt.
"Tidaakkk-!"
Matt segera mencoba menghindar dengan cepat sambil menyentakkan kepala.
"Kresss!"
Si Shadowmouse kecil jauh lebih cepat dari pada yang dibayangkan Matt. Mana mungkin dia bisa menghindar? Si Shadowmouse kecil mengulurkan tangan kanannya, melayangkan cakarnya yang setajam pisau ke kepala Matt. Dengan sekali serang, setengah dari leher Matt telah terpisah dari tubuhnya dan darah mengucur sangat deras.
"Urgg… Gurgle…" Matt menyentuh apa yang tersisa dari lehernya. Matanya kini terbelalak lebar. Matanya menatap si Shadowmouse kecil, terpana dan ketakutan. Di dalam hati, dia sangat terkejut. Dia telah merencanakan penyerangan ini sejak lama, namun tidak memperkirakan si Shadowmouse kecil ini akan merusaknya.
Shadowmouse berwarna gelap adalah Shadowmouse terlemah.
Namun saat menjelang kematiannya ini, Matt akhirnya menyadari bahwa si Shadowmouse kecil yang lucu ini sebenarnya monster yang mengerikan.
Tangah Matt bergerak turun dari tenggorokan ke sisi tubuhnya, tanpa nyawa. Lalu dia pun tumbang ke tanah. Darah segar darinya membasahi bajunya serta tanah di bawahnya.