Awalnya Ling Lan mengira bahwa dia harus tinggal di hutan virtual ini hingga dua atau tiga tahun sebelum dia terbiasa dengan hutan itu dan melihat hasilnya … tapi kenyataannya, manusia adalah makhluk yang sangat cerdas dan mudah beradaptasi. Khususnya bagi mereka yang sudah dilengkapi dengan kemampuan menyerang dan bertahan, beradaptasi di lingkungan yang berbahaya menjadi lebih mudah dari yang diduga. Dalam satu bulan, Ling Lan sekarang bisa bergerak bebas dalam hutan.
Ling Lan bukanlah orang yang sembrono, jadi ketika Instruktur Nomor Satu telah menghilang, dia sangat, sangat berhati-hati dengan setiap langkahnya. Lagi pula, karena belum pernah berada di alam liar sebelumnya, di matanya hutan adalah kegelapan yang tidak diketahui. Selain itu, dia sangat yakin bahwa hutan ini adalah tempat yang mengerikan -- jadi pikiran pertamanya bukan tentang berburu, melainkan tentang bagaimana dia bisa bertahan untuk melihat cahaya keesokan harinya.
Kenyataan membuktikan bahwa dia masih terlalu naif dan meremehkan bahaya hutan. Dia bahkan tidak berhasil bertahan hingga malam pada hari pertama karena digigit oleh serangga beracun yang tidak dikenal yang bersembunyi di dalam rumput. Ini adalah pengalaman pertamanya dengan kematian -- dalam bahasa internet di dunianya dulu, kematian perdananya.
Sejujurnya, kematian perdana Ling Lan sama sekali tidak mudah. Bahkan bisa dijelaskan sebagai kematian yang penuh darah, mampu memutar perut siapapun yang melihatnya -- adegan kematiannya benar-benar mengerikan.
Selama sisa hidupnya, Ling Lan tidak mau mengalami kematian semacam itu lagi. Bisa pada serangga itu sangat ganas, menyebabkan rasa sakit yang luar biasa pada korbannya. Rasa sakit ini lebih parah daripada rasa sakit yang ia tahan selama ia sakit di kehidupan sebelumnya, bahkan lebih menusuk daripada sakit yang ia rasakan saat harus bertahan dalam mandi herbal di kehidupan saat ini -- karena selain rasa sakit, ada rasa gatal tak terkendali yang tak bisa ditolak … dia tidak akan pernah melupakannya.
Selama tiga hari penuh, Ling Lan menderita dan merasa gatal. Dia melihat saat dia sendiri menggaruk daging yang berdarah dari tubuhnya sedikit demi sedikit, dan yang bisa ia rasakan hanyalah kelegaan dan semacam rasa nikmat, hingga tubuhnya berkurang menjadi potongan kulit dan daging bergantung pada kerangka tubuh. Baru kemudian ua mengembuskan nafas terakhirnya.
Saat itu, ia mengira bahwa itulah akhirnya, bahwa dia akhirnya bebas dari siksaan hutan itu, bebas untuk kembali ke dunia nyata. Tetapi ketika ia membuka matanya sekali lagi, dia kembali berada di tempat di mana Instruktur Nomor Satu pertama kali meninggalkannya, masih di dalam hutan. Pada saat itulah Ling Lan sadar bahwa dunia virtual yang diciptakan oleh ruang pemikiran tidaklah sesederhana yang ia kira -- dia tidak akan bisa kembali ke kenyataan hanya dengan menunggu saja.
Dunia ini terikat dengan sebuah misi -- jadi hingga misi itu selesai, dia terjebak di sana, tidak bisa kembali.
Karena itu, walaupun dia masih trauma dengan pengalaman kematiannya yang pertama, demi bisa kembali ke dunia nyata, Ling Lan tidak punya pilihan selain bersemangat dan memaksa dirinya untuk terus menjelajahi hutan itu agar dia dapat menyelesaikan misinya. Ling Lan tidak lupa apa yang dikatakan Instruktur Nomor Satu -- kata-katanya dengan jelas mengindikasikan bahwa dia harus belajar bagaimana berburu.
Namun, ketika Ling Lan berhasil membunuh satu makhluk hutan yang lebih lemah darinya, ruang pemikiran sama sekali tidak bereaksi. Hal ini memberi tahu Ling Lan bahwa dia tidak bisa menyelesaikan misi ini karena alasan teknis -- kemungkinan besar dia harus membunuh makhluk buas yang ganas yang beberapa kali lebih kuat darinya.
Maka dia mulai menantang hutan purba ini. Dia mengalami banyak bahaya sepanjang jalan -- beberapa berhasil ia hindari, sementara sebagian besar berakhir dengan kematiannya.
Dia telah dimakan oleh segerombolan semut, dimakan hidup-hidup hingga dia hanya tinggal tulang belulang. Dia telah diserang oleh makhluk yang tampak menggemaskan, kecil tapi ganas, berakhir jadi makanannya. Dan dia juga pernah mati karena tidak sengaja memakan buah beracun, juga pernah mengalami digigit nyamuk yang ganas, akhirnya mati karena penyakit yang membinasakan.
Namun, semua kematian yang tak terhitung jumlahnya ini tidak sia-sia -- Ling Lan perlahan-lahan belajar bagaimana bertahan di hutan purba ini. Dia menyerap semua pengetahuan yang ia peroleh dari kematiannya, membuang segala emosi baik dan lembut yang tidak diperlukan di sini, hanya menjaga kewarasannya dan kekejamannya. Sejak saat itu, semua makhluk di hutan hanya punya dua label di matanya -- -- 'ancaman' atau 'makanan'.
Melalui itu semua, Ling Lan perlahan-lahan berubah dari dirinya yang awalnya pemalu dan tidak yakin menjadi pribadi yang tenang dan terkendali. Sekarang ia dapat menghadapi bahaya apa pun tanpa rasa takut, dan kepercayaan dirinya mengalir dari setiap pori-pori tubuhnya. Sekarang seluruh hutan itu seperti halaman belakang rumah baginya -- dia tahu semua hewan dan bahaya di sini sebaik dia mengenal telapak tangannya sendiri.
Kali ini, dia memutuskan untuk memburu raja rawa setelah banyak pemikiran dan pertimbangan. Meskipun medan di sini lebih berbahaya daripada area lain di dalam hutan, ini juga berarti bahwa raja rawa itu mempunyai kewaspadaan yang jauh lebih rendah daripada raja-raja rimba lainnya. Karena kurangnya kompetisi, raja rawa juga lebih lemah, dan meskipun medan itu adalah kelebihan raja rawa, itu bukan berarti tidak menguntungkan Ling Lan juga.
Maka, Ling Lan menyiapkan sebuah jebakan. Beberapa usaha pertamanya berakhir dengan kegagalan, di mana dia sering kali berakhir sebagai kotoran raja rawa, hanya berhasil menghindar beberapa kali saja. Namun, setiap kegagalan menambah pengalamannya, dan perlahan tapi pasti Ling Lan mulai memahami kebiasaan berburu raja rawa. Memberi rasa keamanan yang palsu pada raja rawa, walau Ling Lan sudah berbaring bersiap untuk menyergap setiap hari, dia tidak membuat satu gerakan pun selama lebih dari satu minggu …
Ling Lan masih bisa ingat teguran Instruktur Nomor Satu, mengatakan bahwa dia tidak tahu bagaimana mencampurkan tipuan dalam serangan-serangannya, bahwa serangan menyelinap yang terus menerus bukanlah sekedar serangan menyelinap lagi. Dan Ling Lan tidak ingin melakukan kesalahan yang sama dua kali.
Akhirnya, hari ini, Ling Lan melihat kesempatan yang langka. Mungkin karena Ling Lan tidak menyerang sama sekali dalam seminggu ini, raja rawa tampaknya berpikir bahwa dia telah membunuh semua hewan tolol yang berani mengancamnya. Terlebih lagi, ia baru saja menangkap makanan ringan favoritnya, yaitu ular air yang empuk dan segar, membuatnya berada dalam suasana hati yang baik, maka tanpa sadar ia menurunkan penjagaannya.
Saat itulah Ling Lan menyerang. Kali ini, Ling Lan akhirnya berhasil memberi hantaman mematikan yang indah, yang juga membuktikan bahwa Ling Lan sungguh telah menguasai seni menutupi niat membunuhnya, dengan sukses menangkap mangsanya.
Saat raja rawa itu mati di hadapannya, Ling Lan menutup matanya dan mengingat bagaimana perasaannya ketika dia melakukan pukulan mematikan itu. Tidak ada agitasi, tidak ada kegembiraan, hanya kesabaran dan fokus yang tenang -- Ling Lan menikmati perbedaan antara serangan-serangannya sebelumnya dan serangan ini, dan memahami bahwa sebelumnya dia terlalu terburu-buru, terlalu khawatir dengan hasil akhirnya sehingga tidak menjaga ketenangannya. Saat kolam emosinya yang tenang beriak, niat membunuhnya merembes keluar.
Ling Lan tertawa saat kedua tangannya menegang menjadi kepalan. Mungkin sekarang ia bisa kembali dan meninggalkan tempat terkutuk ini. Walaupun Ling Lan tidak lagi takut akan hutan rimba, bukan berarti dia menyukainya. Rasanya terlalu sepi di sini -- tidak ada orang untuk diajak berbicara, tidak ada orang untuk membagi sedikit kehangatan -- dia baru saja akan mengalami kehancuran karena rasa sepi. Untungnya dia memiliki keteguhan mental yang hebat, jika tidak, dia sudah menjadi gila sekarang.
Saat itu, Ling Lan merasa ada perubahan di sekelilingnya, datang dari sebelah kanan di belakangnya. Dia tidak berbalik, tetapi posturnya berubah sedikit sehingga ia siap untuk mempertahankan dirinya dan menyerang balik setiap saat.
"Sama sekali tidak buruk!" Suara yang akrab terdengar dari belakangnya, dan Ling Lan merasakan kemarahan di dalam dirinya saat ia merasakan rasa lega yang mendalam.
Tanpa berpikir, dia melompat ke belakang dengan ujung kakinya, condong ke belakang saat ia melayang di udara, bersalto di udara, dan kemudian menghadapi pria itu, dengan tegas ia menendangkan kakinya ke arah suara itu …
Sial, Nomor Satu, kau bajingan! Akan kutendang kau sampai mati! Ling Lan yang lama menderita tak bisa tetap tenang.
Instruktur Nomor Satu tanpa ekspresi seperti biasa -- melihat serangan Ling Lan, dia bahkan tidak menggerakkan kakinya, hanya menyodorkan dua jari dan mengarahkannya ke kaki Ling Lan.
"Buk!" Keduanya berdentum, menghasilkan suara yang agak teredam, dan Ling Lan merasakan gelombang besar energi mengembang dari telapak kakinya. Seluruh tubuhnya terlempar ke belakang, dan kaki halus yang mampu menghancurkan tengkorak raja rawa terasa agak kebas, kehilangan semua kemampuan tempur untuk beberapa saat.
Ling Lan mengambil kendali atas tubuhnya di udara dengan memutar pinggangnya, membuatnya mendarat dengan kakinya kembali ke tempat ia tadi berdiri, di atas kepala raja rawa yang sudah mati.