Song Shuhang berhenti sejenak dan sangat senang ketika menyadari lelaki di motor. "Bo? bagaimana kau? Ngapain kau disini?"
Lelaki tampan ini adalah salah satu dari 3 teman-teman sekamarnya, Bo, yang memiliki nama yang lucu tidak cocok dengan penampilannya-country
Namanya membuat Bo kesal selama lebih dari 10 tahun, ia merasa namanya payah.
Ia bertengkar dengan ayahnya selama bertahun-tahun, ingin menggantinya.
Bahkan ia pernah sekali mengambil kartu KK dan KTP dan pergi ke kantor polisi untuk mengganti namanya sendiri. Ayahnya mengetahui itu, menyeretnya pulang, dan menasehatinya.
Maka dari itu, ia selalu meminta orang untuk memanggilnya Ah Bo, Bo kecil, atau hanya Bo.
Sebenarnya, menurut Shuhang, nama 'Tubo' tidak begitu jelek.
Itu lebih bagus daripada Wang
Ini bukan lelucon. Ada nama orang yang dipanggil Gousheng di kota asal Shuhang-tapi nama belakangnya Wang, ia dipanggil Wang Goudan.
Wang Goudan selalu berpikir ia bukan anak ayahnya, atau mungkin ayahnya membencinya. Kalau tidak, lalu bagaimana bisa ia memberikan nama seperti itu?
Bagaimanapun, Shuhang tidak mengira akan bertemu Bo disini.
"Kakekku tinggal di Kota J, dan minggu ini aku dan keluargaku akan pergi mengunjunginya. Kau? Kau ngapain disini?"
Berbincang dengan Shuhang, tiba-tiba Bo melihat perempuan berkaki panjang disebelah Shuhang.
Ia menepuk kepalan tangan kanannya dengan tangan kirinya- ia mengerti! Shuhang membawa pacarnya untuk berkencan di sini!
"Tsk, tsk, Shuhang, aku tidak tahu kau pria yang nakal. Kau dapat pacar yang secantik itu tanpa memberitahu siapapun? Kau benar-benar perlu mentraktir kami makan malam!"
Bo terkekeh.
Meskipun diejek oleh Bo, Song Shuhang tidak berkutik. "Oh, diamlah. Aku akan membakar dupa jika ia benar-benar kekasihku. Dia itu kakak perempuanku, si Bulu Lembut.
Dia datang ke Kota J untuk mencari tempat yang disebut Kuil Lampu Hantu, tapi dia tidak tahu jalan, jadi dia memintaku menemaninya."
"Benarkah?
Tubo melihat Shuhang dengan serius.
Shuhang mengangkat bahu, dan si Bulu Lembut tersenyum manis disebelahnya.
"Baiklah kalau begitu." Tubo bukan orang yang suka bergosip. "Tadi kau bilang kau sedang cari kuil? Sudah kau temukan?
Song Shuhang menggeleng kepalanya. "Aku sudah menghabiskan waktu mencarinya di internet, tapi aku tidak bisa menemukannya, jadi aku datang kesini untuk melihat jika ada orang tahu tentang itu.
Bahkan pelayan di hotel tidak tahu tentang Kuil Lampu Hantu. Mungkin nama kuil itu berubah atau sudah dirobohkan, jadi aku mau bertanya kepada tetua disini, kupikir aku bisa mendapat petunjuk dari mereka.
"Oh… gimana kalau ke rumahku? Mungkin kau bisa tanya kakekku. Kakekku adalah orang asli sini. Mungkin dia tahu Kuil Lampu Hantu. Tsk, nama itu sangat buruk. Dengan nama ini, kuil pasti tidak akan punya banyak pemuja. Pasti sudah ditutup! kata Tubo. Dia terobsesi dengan nama-nama.
Song Shuhang sangat senang mendengar itu, tapi ia masih bertanya dulu, "Kita tidak mengganggu keluargamu?"
"Tidak apa-apa, kakekku cukup ramah. Kalau ayahku, ia benar-benar ingin aku tinggal bersama teman-temanku, seandainya aku terus menyimpan barang-barang aneh. Ia terus mengomeliku untuk belajar sepanjang hari, tapi aku sudah kuliah. Dia hampir membuat ku gila," Tubo tertawa.
Meskipun ia terus menerus mengeluh tentang ayahnya, hubungan mereka sebenarnya baik-baik saja- selama ayahnya tidak memukulinya.
Ayahnya percaya teguh kepada olahraga. 'Cara terbaik untuk menghabiskan waktu saat musim hujan adalah memukuli anakku' itu slogannya. Sikap ini membuat Tubo sedikit tidak nyaman.
Akhirnya, Tubo bertanya, "Kau bisa menyetir motor, Shuhang?"
"Ya, tapi aku tidak punya SIM, balas Shuhang.
"Lupakan itu. di tempat yang gelap ini, siapa yang akan memeriksa SIMmu?" Tubo tertawa, menengok dan berkata, "Ah Yong, pinjamkan motormu kepadanya. Kau bisa berbagi dengan yang lain!"
"Baiklah."
Lelaki besar itu turun dari motornya dan memarkirkan motornya di depan Song Shuhang.
"Terima kasih," Shuhang tersenyum.
Ah Yong melambaikan tangannya dengan santai, menunjukkan dia tidak keberatan dan naik ke salah satu motor temannya.
Seketika, motor-motor itu pergi.
Song Shuhang naik ke motor hitam dan mencobanya.
Sedikit memutar gagang motor, ia merasa motor itu melaju dengan cepat.
"Lumayan, sudah dimodifikasi? Shuhang berhenti dan tertawa.
"Motor-motor ini aku yang memodifikasi. Semuanya memiliki kekuatan yang bagus," Tubo tertawa dengan bangga.\
Oh, aku lupa Bo ini suka dengan mesin-mesin.
Meskipun ia tidak bisa merakit Gundam sendiri, ia sering membuat mesin-mesin yang menarik.
"Bulu Lembut, ayo naik."
Shuhang menoleh dan memanggil si Bulu Lembut.
Untungnya, koper besarnya di tinggal di hotel, kalau tidak, tidak mungkin bisa naik motor karena tidak ada tempat untuk kopernya.
Si Bulu Lembut mengangkat salah satu kaki panjangnya dan duduk di belakang Shuhang.
Tanpa pembatas apapun, buah dadanya menekan punggung Shuhang yang membuat Shuhang hampir kehilangan keseimbangan.
Didepan mereka, Tubo tertawa, "Ikuti aku!"
Melaju, dua motor itu menjauh…
❄❄❄
Kakek Tubo adalah kakek yang modern. Dia suka membuat alat-alat mekanik- kelihatannya hobi Tubo didapat dari kakeknya. Karena dia sangat modern, ia bisa berbaur dengan anak muda.
"Kuil Lampu Hantu? masih ada orang muda yang tahu tempat itu?" ia tertawa terbahak-bahak.
Mendengar perkataannya, Shuhang tahu kalau ia pasti tahu sesuatu tentang kuil itu!
Shuhang langsung bertanya, "Kakek, kau tahu dimana Kuil Lampu Hantu berada?"
'Kakek' adalah panggilan orang-orang di Jiangnan, Kota J, dan kota-kota sekitarnya untuk memanggil lelaki tua.
"Tidak banyak orang tahu akan tempat itu, karena kuil itu ada 60 tahun yang lalu. Orang-orang yang tahu tempat itu kebanyakan sudah meninggal, jadi banyak anak muda seperti kalian tidak pernah mendengarnya."
Kakek Tubo membawa mereka ke pintu masuk pekarangan dan menunjuk ke arah timur. " Jalan ke arah timur, dan kau akan menemukan hutan sekitar 700 meter dari sini. Terus jalan, dan kau akan menemukan batu nisan tua yang besar, disitulah Kuil Lampu Hantu semula berada."
"Batu nisan tua? Kuil Lampu Hantu itu batu nisan? tanya Shuhang pertanyaan yang konyol tanpa sadar.
"Kuil Lampu Hantu sudah diruntuhkan?"
Terkejut, si Bulu Lembut mendengar itu.
"Ya, lebih dari 60 tahun yang lalu, kuil itu diruntuhkan oleh seorang lelaki lalu membangun batu nisan disana untuk dirinya," kata kakek Tubo.
Itu 60 tahun yang lalu, ketika televisi belum terkenal. Tidak seperti sekarang ketika orang bisa tahu segalanya dari internet.
Jadi, tidak ada kabar tentang Kuil Lampu Hantu, dan bahkan anak muda penduduk sini tidak mengetahuinya sama sekali. Hanya orang tua yang tahu apa yang terjadi saat itu.
"Tapi, setahuku, Kuil Lampu Hantu itu milik pribadi, bukan? Sudah dibeli oleh seseorang beberapa tahun yang lalu?" tanya si Bulu Lembut dengan ragu-ragu.
"Oh, nona, kau tahu banyak tentang ini."
Kakek Tubo mulai mengingat-ingat kembali. "Sebenarnya…
Saat itu, tanah Kuil Lampu Hantu itu dimiliki oleh 'pemeras Huang', Huang Dagen, pemilik batu nisan itu.
Ia menjual kuil itu kepada orang asing lebih dari 60 tahun yang lalu.
Tapi, sebelum ia menjualnya, ia mau meruntuhkan kuil itu dan membangun batu nisannya di sana. Lalu orang asing datang dan berkata ia mau membeli Kuil Lampu Hantu. Huang Dagen menggunakan kesempatan ini dan menjual Kuil Lampu Hantu.
Beberapa tahun kemudian, ia melihat bahwa orang asing itu tidak kembali, jadi dia meruntuhkan Kuil Lampu Hantu dan membangun batu nisan untuk dirinya sendiri."
"Tidak tahu malu?" seru Shuhang.
Kata kakek Tubo dengan desahan. "Pemeras Huang sungguh tidak tahu malu, jadi ia menipu banyak orang kaya selama bertahun-tahun. Apapun itu, orang asing itu semua mudah tertipu dan kaya raya.
Song Shuhang diam-diam melirik si Bulu Lembut- ia menebak orang yang membeli Kuil Lampu Hantu itu mungkin tetua dari keluarga si Bulu Lembut.
Namun, tidak ada tanda-tanda amarah di wajahnya.
Ia hanya mendesah, "Jadi, kukira keluarga Huang Dagen sudah hampir meninggal semua?"
Kata-katanya terdengar sedikit mengerikan.